Pengertian Akhlak Tasawuf

By | 16:25 Leave a Comment
Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang di hubungkan para ahli untuk menjelaskan kata tasawuf. Nasution, misalnya menyebutkan lima istilah yang berhubungan dengan tasawuf, yaitu al-suffah (ahl al-suffah), (orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah), saf (baris), sufi (suci), sophos (bahasa Yunani: hikmat), dan suf (kain wol). Keseluruhan kata ini bisa-bisa saja dihubungkan dengan tasawuf.

Kata ahl al-suffah (orang yang ikut pindah dengan Nabi Mekkah ke Madinah) misalnya menggambarkan keadaan yang rela mencurahkan jiwa raganya, harta benda dan lain-lainya hanya untuk Allah. Mereka ini rela meninggalkan kampung halamannya, rumah, kekayaan dan harta benda lainnya untuk hijrah bersama Nabi ke Madinah. Tanpa ada iman dan kecintaan pada Allah, tak mungkin mereka melakukan hal yang demikian. Selanjutnya kata saf juga mengambarkan orang yang selalu berada di barisan depan dalam beribadah kepada Allah dan melakukan amal kebajikan. Demikian pula kata sufi (suci) menggambarkan orang yang selalu memelihara dirinya dari berbuat dosa dan maksiat, dan kata suf (Kain wol) menggambarkan orang yang hidup sederhana dan mementingkan dunia. Dan kata sophos (bahasa Yunani) menggambarkan keadaan jiwa yang senantiasa cenderung ke pada kebenaran.

Dari segi Linguistik (kebahasaan) ini segera dapat dipahami bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang demikian pada hakikatnya adalah akhlak yang mulia.

Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung kepada sudut pandang yang digunakannya masing-masing. Selama ini ada tiga sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf, yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan. Jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas, maka tasawuf dapat didefinisikan seba¬gai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT.


1. Unsur Islam

Secara umum ajaran Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah atau jasadiah, dan kehidupan yang bersifat batiniah. Pada unsur kehidupan yang bersifat batiniah itulah kemudian lahir tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam, al-Qur'an dan al-Sunnah serta praktek kehidupan Nabi dan para sahabatnya. Al-Qur'an antara lain berbicara tentang kemungkinan manu¬sia dengan Tuhan dapat saling mencintai (mahabbah) (Lihat QS. al-Maidah, 5: 54); perintah agar manusia senantiasa bertaubah, membersihkan diri memohon ampunan kepada Allah (Lihat QS. Tahrim, 8), petunjuk bahwa manusia akan senan¬tiasa bertemu dengan Tuhan di manapun mereka berada. (Lihat QS. al-Baqarah, 2:110), Tuhan dapat memberikan cahaya ke¬pada orang yang dikehendakinya (Lihat QS. al-Nur, 35). Selan¬jutnya al-Qur'an mengingatkan manusia agar dalam hidupnya tidak diperbudak oleh kehidupan dunia dan harta benda (Lihat QS. al-Hadid, al-Fathir, 5), dan senantiasa bersikap sabar da¬lam menjalani pendekatan diri kepada Allah SWT. (Lihat QS. Ali Imran, 3).

2. Unsur Luar Islam

Dalam berbagai literatur yang ditulis para orientalis Barat sering dijumpai uraian yang menjelaskan bahwa tasawuf Islam dipengaruhi oleh adanya unsur agama masehi, unsur Yunani, unsur Hindu/Budha dan unsur Persia. Hal ini secara akademik bisa saja diterima, namun secara akidah perlu kehati-hatian. Para orientalis Barat menyimpulkan bahwa adanya unsur luar Islam masuk ke dalam tasawuf itu disebabkan karena secara historis agama-agama tersebut telah ada sebelum Islam, bahkan banyak dikenal oleh masyarakat Arab yang kemudian masuk Islam. Akan tetapi kita dapat mengatakan bahwa boleh saja orang Arab terpengaruh oleh agama-agama tersebut, namun tidak secara otomatis mempengaruhi kehidupan tasawuf, karena para penyusun ilmu tasawuf atau orang yang kelak menjadi sufi itu bukan berasal dari mereka itu.

Dengan demikian adanya unsur luar Islam yang mempengaruhi tasawuf Islam itu merupakan masalah akademik bukan masalah akidah Islamiah. Karenanya boleh diterima dengan sikap yang sangat kritis dan obyektif. Kita mengakui bahwa Islam sebagai agama universal yang dapat bersentuhan dengan berbagai lingkungan sosial.

Dengan sangat selektif Islam bisa beresonansi dengan berbagai unsur ajaran sufistik yang terdapat dalam berbagai ajaran tersebut. Dalam hubungan ini maka Islam termasuk ajaran tasawufnya dapat ber-sentuhan atau memiliki kemiripan dengan ajaran tasawuf yang berasal dari luar Islam itu.

a. Unsur Masehi

Orang Arab sangat menyukai cara kependetaan, khususnya dalam hal latihan jiwa dan ibadah. Atas dasar ini tidak mengherankan jika Von Kromyer berpendapat bahwa tasawuf adalah buah dari unsur agama Nasrani yang terdapat pada zaman Jahiliyah. Hal ini diperkuat pula oleh Gold Ziher yang mengatakan bahwa sikap fakir dalam Islam adalah merupakan cabang dari agama Nasrani. Selanjutnya Noldicker mengatakan bahwa pakaian wol kasar yang kelak digunakan para sufi sebagai lambang kesederhanaan hidup adalah merupakan pakaian yang biasa dipakai oleh para pendeta. Sedangkan Nicholson mengatakan bahwa istilah-istilah tasawuf itu berasal dari agama Nasrani, dan bahkan ada yang berpendapat bahwa aliran tasawuf berasal dari agama Nasrani.

b. Unsur Yunani

Kebudayaan Yunani yaitu filsafatnya telah masuk pada dunia di mana perkembangannya dimulai pada akhir Daulah Umayyah dan puncaknya pada Daulah Abbasiyah, metode berpikir filsafat Yunani ini juga telah ikut mempengaruhi pola berpikir sebagian orang Islam yang ingin berhubungan dengan Tuhan. Kalau pada bagian uraian dimulai perkembangan tasawuf ini baru dalam taraf amaliah (akhlak) dalam pengaruh filsafat Yunani ini maka uraian-uraian tentang tasawuf itu pun telah berubah menjadi tasawuf filsafat. Hal ini dapat dilihat dari pikiran al-Farabi', al-Kindi, Ibn Sina terutama dalam uraian mereka tentang filsafat jiwa. Demikian juga pada uraian-uraian tasawuf dari Abu Yazid, al-Hallaj, Ibn Arabi, Suhrawardi dan lain-lain sebagainya.

c. Unsur Hindu/Budha

Antara tasawuf dan sistem kepercayaan agama Hindu dapat dilihat adanya hubungan seperti sikap fakir, darwisy. Al-Birawi mencatat bahwa ada persamaan antara cara ibadah dan mujahadah tasawuf dengan Hindu. Kemudian pula paham reinkamasil (perpindahan roh dari satu badan ke badan yang lain), cara kelepasan dari dunia versi Hindu/Budha dengan persatuan diri dengan jalan mengingat Allah.
Salah satu maqomat Sufiah al-Fana tampaknya ada persamaan dengan ajaran tentang Nirwana dalam agama Hindu. Goffiq Ziher mengatakan bahwa ada hubungan persamaan antara koh Sidharta Gautama dengan Ibrahim bin Adham tokoh sufi

d. Unsur Persia

Sebenarnya antara Arab dan Persia itu sudah ada hubung¬an semenjak lama yaitu hubungan dalam bidang politik, pemikiran, kemasyarakatan dan sastra. Akan tetapi belum ditemukan dalil yang kuat yang menyatakan bahwa kehidupan rohanj Persia telah masuk ke tanah Arab. Yang jelas adalah kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia itu terjadi melalui ahli-ahli tasawuf di dunia ini. Namun barangkali ada persamaan antara istilah zuhd di Arab dengan zuhd menurut agama Manu Mazdaq dan hakikat Muhammad menyerupai paham (Tuhan kebaikan) dalam agama Zarathustra.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tasawuf merupakan inti ajaran islam, dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. Kehidupan kekal adalah kehidupan di akhirat kelak yang kebahagiannya amat tergantung pada keselamatan rohani manusia dari perbuatan dosa dan maksiat.
2. Kebahagian hakiki di dunia ini adalah ketenangan batin yang dihasilkan oleh keyakinan dan ketaatan beribadah kepada Tuhan.
3. Dalam perjalanan hidupnya, manusia akan sampai pada batas – batas dimana harta benda tidak diperlukan lagi setelah fisiknya lemah, pancaindera tidak berfungsi, selera kemewahan hilang.
4. Paham sekularisme, materialisme dan vitalisme membawa orang kepada sifat buruk, seperti rakus, boros, hedonis dan lainnya yang memerlukan pemikiran yang dapat membawa ketenangan dan ketentraman hidup. Dari sini diperlukan tasawuf yang dapat menyelamatkan manusia dari kondisi keduniaan tersebut dan membawanya kepada kebahagiaan hakiki di dunia dan di akhirat.
Newer Post Older Post Home

0 comments: