Jadilah Konglomerat Yang Fokus! #18

By | 11:19 Leave a Comment
Kata pakde Hermawan Kartajaya "Biasanya, kata “Konglomerat” dan “Fokus” selalu  bersifat oximoron. Kalau konglomerat, tidak bisa fokus." dan Sebaliknya Kalau fokus, tidak bisa konglomerat.

Bolak balik saya mikirr... Dan adan benernya juga, biasanya konglomerat karena kemudahaan dari modal dan akses dana ke lembaga keuangan membuat ia gampang tergoda oleh peluang-peluang bisnis yang terlihat menarik, inget lho! hanya terlihat menarik, belum tentu menguntungkan atau tidak.

Dalam tulisan Pakde yang ke #18 dengan judul "Konglomerat tapi fokus? Pelajaran dari GE" Beliau memberikan contoh Begawan manajemen GE yang fenomenal Jack Welch yang menggabungkan dua kata konglomerat dan fokus menyatu saat ia menjadi CEO GE dulu.

Perusahaan yang sudah tua, besar, dan memiliki lebih dari seratus bisnis itu pada mulanya memang tidak fokus. Konglomerat selalu mencari peluang dan langsung masuk ke dalamnya dengan perhitungan yang cermat.


Walaupun GE sudah Global Company, tapi tetap saja kantor pusat ada di Amerika Serikat.  Karena itu, buang saja bisnis yang tidak bisa jadi nomer satu atau nomer dua sekarang dan selanjutnya. Dan, ambil bisnis baru yang yang GE bisa berpeluang menjadi dominan.

Berbagai bisnis white good harus direlakan karena waktu itu sudah ada tanda tanda bangkitnya Asia di situ. Sedangkan, Chemical antara lain harus dipertahankan. GE Finance didirikan dan setasiun NBC yang lagi susah harus dibeli.

Jadi,  bagi Jack,  fokus bukan terletak pada kompetensi di suatu Industri. Tapi, lebih pada peluang dan ancaman.  Karena itulah, pakde lebih suka pada TOWS ketimbang SWOT. Kenapa?

Pada TOWS, kita akan lebih melihat Threat dan Opportunities dulu. Sedang pada SWOT, kita akan fokus pada kompetensi yang dimiliki dan tidak dimiliki sebagai Strength dan Weakness. Bagi Jack, kompetensi bisa diadakan asal pengadaan itu lantas di-GE-kan. Artinya, siapa pun yang masuk ke GE harus mengerti Budaya Perusahaan GE dan mengikutinya.

Karena itu, GE terkenal dengan matriks Performance-Culture.  Seseorang yang Low Performance/High Culture akan diberi second chance. Tapi, orang yang High Performance/Low Culture harus diberi peringatan. Kenapa? Karena Jack mau GE bukan hanya sebuah brand yang kuat tapi mati.

Tapi, GE harus jadi sebuah nama rumah  bagi semua orang yang mengerti, menyetujui , dan hidup dalam kultur yang sama. Untuk itu, Jack tidak tanggung-tanggung! Gaya kepemimpinannya yang lugas, efektif,  tapi menyentuh itu memang dirasakan oleh semua orang.

Dengan demikian,  konsep sinergi antar divisi yang sering disebut borderlessness lantas bisa berjalan. Dengan demikian pula,  ”kelemahan” konglomerat bahwa bisnisnya tidak saling berhubungan juga bisa menimbulkan sinergi. Jadi, GE benar-benar mau clear dengan positioning-nya sebagai konglomerat yang fokus, baik ke dalam maupun keluar!

Brand memang bukan sekadar nama, tapi harus konsekuen dengan diferensiasi yang ingin dipakai sebagai dasar positioningnya. Di dalam pepatah Tiongkok lama, dikatakan jagalah nama Anda karena itu adalah segalanya.  Karena itu, ketika Brand harus jadi manusia biasa, dia memang harus jaga nama. Kalau nama hancur, hancurlah segalanya.

Kredo Ketiga di buku Marketing 3.0 GUARD YOUR NAME, BE CLEAR OF WHO YOU ARE! Brand harus tetap di jaga dan jelas.
Newer Post Older Post Home

0 comments: