Toko Buku Besar Yang Mati = Borders #17

By | 11:07 Leave a Comment
"Amazon bukan toko buku atau ritel shop yang menjual segala macam barang saja. Tapi sebuah technology company!"


Amazon.com kucluk-kucluk di online kan jeff bezos, lanskap persaingan toko buku ritel berubah total deh. Teknologi Internet yang digunakan oleh Amazon telah mengubah peta ritel toko buku. Mendadak saja, para pembeli bisa melihat semua display judul buku di Internet. Begitu juga dengan book-review sehingga sebelum beli, orang tahu penilaian orang terhadap buku itu. Juga ada usulan judul-judul lain yang kira-kira bisa melengkapi apa yang sedang dicari.

Sistem Amazon juga membuat mereka bukan hanya jadi the biggest but also the smartest book shop in the world. Sekali Anda pernah belanja di sana, Anda  akan dicatat oleh sistem dan lain kali akan dikirimi email kalau ada buku lain yang kira-kira dibutuhkan. Mendadak saja semua toko buku konvensional jadi ‘kecil dan bego’!

Dalam perjalanannya, Amazon pun pernah mendapat kesulitan untuk masalah logistik yang selalu jadi masalah bagi on-line company. Karena itu, Amazon pun membangun gudang off-line untuk menjamin kelancaran logistik. Dengan demikian, mereka bisa mengirimkan buku-buku itu sesuai dengan janji. Reaksi toko buku off-line berbeda.

Lihat aja dua raksasa chain book shop di Amerika, yaitu Barnes and Noble dan Borders. Pada mulanya, mereka hanya melengkapi diri dengan on-line akses untuk customer. Tapi, keduanya merasa bahwa kehadiran fisikal toko buku di mana-mana itu tidak tergantikan. Karena itu, mereka bergerak ke “more experiential”.

Sense, feel, think, act, dan relate adalah lima hal yang hars dilakukan kalau mau memberikan experience lebih hebat pada customer. Toko buku tradisional bisa merangsang lima panca indra dengan komprehensif termasuk sight, sound,  smell, taste and touch. Karena itulah, toko buku lantas dilengkapi dengan coffee-shop, karena seminar kecil, tempat membaca gratis sampai ke musik yang bisa membuat orang betah.

Kenapa? Ya,  karena orang diharapkan feel good, postive thinking, act accordingly, dan relate to others. Dalam hal ini, Borders lebih ngotot untuk melakukan transformasi ini. Masih ingat Borders Singapura, kan? Setiap orang Indonesia yang ke Singapura pasti mampir ke situ. Apalagi lokasinya ada di Orchard Road.  Mau buku apa saja ada, mau berlama-lama di situ pun tak  pernah diusir. Bisa minum kopi dan makan juga.

Saya pun selalu mencari buku-buku baru di situ, walaupun sudah ada Amazon. Maklum waktu jadi turis, punya banyak waktu. Tapi, masalahnya adalah orang lokal tidak mau menghabiskan banyak waktu seperti itu lagi. Termasuk orang-orang yang di Amerika dan seluruh dunia. Apalagi orang jadi semakin mobile bepergian ke mana-mana untuk berbagai urusan.

Teknologi, teknologi, dan teknologi!  Teknologi untuk interface dengan customer. Teknologi untuk supply chain yang efektif dan efisien. Juga Teknologi untuk mengelola informasi. Karena itulah, ketika gelombang ponsel pintar dan tablet  mulai datang, Amazon langsung membuat e-reader. Dengan begitu, Amazon ingin mengajarkan cara baru membaca dan membeli buku pada customernya yang semakin smart dan tablet-oriented itu.

Idenya tentu saja datang dari  cara baru mendengarkan dan membeli musik yang terjadi di Industri musik. Kalau musik bisa didigitalkan, kenapa  buku, tidak? Buat saya, ini bukan invention yang menciptakan sesuatu yang baru. Tapi, inovasi yang berhubungan erat dengan entrepreneurship. Berani menerapkan sesuatu cara baru untuk mengubah lanskap. Bukan menunggu sampai diubah oleh lanskap!

Nah, ketika Borders tetap pada konsep offline experiential marketing, Barnes and Noble justru  meluncurkan e-reader Nook. Dalam e-reader, memang tidak bisa dilakukan rangsangan terhadap lima indera.  Tapi , terjadilah “online experience” yang lebih hebat! “Mobile feel good” karena buku digital bisa dibaca di-mana-mana.  “Extended positive thinking” karena pembaca bisa cari info tambahan lewat tautan yang ada di e-reader.

“Immediate action accordingly” karena bisa segera melakukan sesuatu real time. ”Digital relate-sharing” apalagi! Lewat internet, semua pengalaman online itu bisa di bagikan dengan cepat, mumpung belum lupa. Ketika Borders mati karena tidak melakukan transformasi secara kontinu, Barnes and Noble malah berjaya.

Sampai kapan? Apakah mereka akhirnya tetap bisa hidup ketika Amazon bergerak lagi? Tidak tahu juga. Lantas, apakah Amazon akan berjaya terus, dengan membeli, banyak e-retail site lain seperti Zappos? Saya tidak tahu.
Newer Post Older Post Home

0 comments: