ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM ASPEK HUKUM INDONESIA

By | 06:30 11 comments
Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama bisnis, yang meningkat dari hari ke hari. Semakin meningkatnya kerjasama bisnis, menyebabkan semakin tinggi pula tingkat sengketa diantara para pihak yang terlibat didalamnya.

Sebab-sebab terjadinya sengketa diantaranya :

1. Wanprestasi.

2. Perbuatan melawan hukum

3. Kerugian salah satu pihak

4. Ada pihak yang tidak puas atas tanggapan yang menyebabkan kerugian. Dilihat dari prosesnya, penyelesaian sengketa dapat berupa :

1. Litigasi

2. Non Litigasi

Litigasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan, sedangkan non litigasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Adapun sisi positif menyelesaikan sengketa di jalur pengadilan adalah :

1. Hukum yang berlaku adalah sistem hukum Indonesia

2. Berlangsung di wilayah Republik Indonesia

Sedangkan sisi negatifnya adalah :

1. Partner asing belum memberikan kepercayaan kepada efektivitas hukum di Indonesia

2. Proses peradilan memakan waktu yang lama. Karena terbukanya kesempatan untuk mengajukan upaya hukum atas putusan hakim, melalui banding, kasasi dan peninjauan kembali.

3. Proses dilakukan terbuka untuk umum

LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS DI INDONESIA

1. Pengadilan Umum

2. Pengadilan Niaga

3. Arbitrase

4. Penyelesaian Sengketa Alternatif, melalui mekanisme :

a. Negosiasi

b. Mediasi

c. Konsiliasi

d. Konsultasi

e. Penilaian Ahli

PENGADILAN UMUM

Pengadilan Negeri berwenang memeriksa sengketa bisnis, mempunyai karakteristik :

1. Prosesnya sangat formal

2. Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)

3. Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan

4. Sifat keputusan memaksa dan mengikat (Coercive and binding)

5. Orientasi ke pada fakta hukum (mencari pihak yang bersalah)

6. Persidangan bersifat terbuka

PENGADILAN NIAGA

Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum yang mempunyai kompetensi untuk memeriksa dan memutuskan Permohonan Pernyataan Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan sengketa HAKI. Pengadilan Niaga mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1. Prosesnya sangat formal

2. Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)

3. Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan

4. Sifat keputusan memaksa dan mengikat (coercive and binding)

5. Orientasi pada fakta hukum (mencari pihak yang salah)

6. Proses persidangan bersifat terbuka

7. Waktu singkat.

ARBITRASE

Pengertian

Menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Pasal 1 ayat (1 ” arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.”

Objek Arbitrase

Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Adapun sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian.

Di dalam Pasal 4 UU No. 30/1999 disebutkan bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang menyelesaikan sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase dan putusan arbitrase adalah final (final and binding), artinya tidak dapat dilakukan banding, peninjauan kembali atau kasasi, serta putusannya berkekuatan hukum tetap bagi para pihak.

Hal-hal Prinsip dalam Arbitrase

1. Penyelesaian sengketa dilakukan diluar peradilan

2. Keinginan untuk menyelesaikan sengketa diluar peradilan harus berdasarkan atas kesepakatan tertulis yang dibuat oleh pihak yang bersengketa.

3. Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanyalah sengketa dalam bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersangkutan.

4. Para pihak menunjuk arbiter/wasit di luar pejabat peradilan seperti hakim, jaksa, panitera tidak dapat diangkat sebagai arbiter.

5. Pemeriksaan sengketa dilaksanakan secara tertutup. Pihak yang bersengketa mempunyai hak yang sama dalam mengemukakan pendapat masing-masing.

6. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan menggunakan lembaga arbitrase nasional atau internasional.

7. Arbiter/majelis arbiter mengambil putusan berdasarkan ketentuan hukum atau berdasarkan keadilan dan kepatutan.

8. Putusan diucapkan dalam waktu paling lama 30 hari sejak pemeriksaan ditutup Putusan arbitrase bersifat final and binding artinya final dan mempunyai kekuatan hukum tetap serta mengikat.

9. Putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter kepada panitera pengadilan Negeri, dan dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, maka putusan dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua PN, atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa. Yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Klausula Arbitrase

Dalam Pasal 1 angka 3 UU nomor 30/1999 ditegaskan bahwa “Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjian sutau perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.

Jenis Arbitrase

1. Arbitrase Ad Hoc (Arbitrase Volunteer)

Arbitrase yang dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan atau memutus perselisihan tertentu.

2. Arbitrase Institusional

Merupakan lembaga atau badan arbitrase yang bersifat permanen, contohnya di Indonesia yaitu BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) sedangkan lembaga arbitrase internasional misalnya The International Center of Settlement of investment Disputes (ICSID).

ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA (Alternative Dispute Resolution)

Dalam Pasal 1 angka 10 UU Nomor 30/1999 dirumuskan bahwa “alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yaitu penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli.

Negosiasi

UU nomor 30/1999 tidak memberikan definisi mengenai negosiasi. Pada prinsipnya pengertian negosiasi adalah suatu proses dalam mana dua pihak yang saling bertentangan mencapai suatu kesepakatan umum melalui kompromi dan saling memberikan kelonggaran. Melalui Negosiasi para pihak yang bersengketa dapat melakukan suatu proses penjajakan kembali akan hak dan kewajiban para pihak dengan/melalui suatu situasi yang saling menguntungkan (win-win solution) dengan memberikan atau melepaskan kelonggaran atas hak-hak tertentu berdasarkan asas timbal balik.

Didalam mekanisme negosiasi penyelesaian sengketa harus dilakukan dalam bentuk pertemuan langsung oleh dan diantara para pihak yang bersengketa tanpa melibatkan orang ketiga sebagai penengah, untuk menyelesaikan sengketa.

Persetujuan atau kesepakatan yang telah dicapai tersebut dituangkan secara tertulis untuk ditandatangani oleh para pihak dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Kesepakatan tertulis tersebut bersifat final dan mengikat para pihak dan wajib didaftarkan di pengadilan negeri dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak tanggal dicapainya kesepakatan.

Mediasi

UU nomor 30/1999 tidak memberikan definisi mengenai mediasi. Menurut Black’s Law Dictionary mediasi diartikan sebagai proses penyelesaian sengketa secara pribadi, informal dimana seorang pihak yang netral yaitu mediator, membantu para pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan. Mediator tidak mempunyai kesewenangan untuk menetapkan keputusan bagi para pihak. Mediator bersifat netral dan tidak memihak yang tugasnya membantu para pihak yang bersengketa untuk mengindentifikasikan isu-isu yang dipersengketakan mencapai kesepakatan. Dalam fungsinya mediator tidak mempunyai kewenangan untuk membuat keputusan.

Konsiliasi

UU nomor 30/1999 tidak memberikan definisi mengenai konsiliasi. Menurut John Wade dari bond University Dispute Resolution Center, Australia “konsiliasi adalah suatu proses dalam mana para pihak dalam suatu konflik, dengan bantuan seorang pihak ketiga netral (konsiliator), mengindentifikasikan masalah, menciptakan pilihan-pilihan, mempertimbangkan pilihan penyelesaian).”

Konsiliator dapat menyarankan syarat-syarat penyelesaian dan mendorong para pihak untuk mencapai kesepakatan. Berbeda dengan negosiasi dan mediasi, dalam proses konsiliasi konsiliator mempunyai peran luas. Ia dapat memberikan saran berkaitan dengan materi sengketa, maupun terhadap hasil perundingan. Dalam menjalankan peran ini konsiliator dituntut untuk berperan aktif.

Penilaian Ahli

UU nomor 30/1999 tidak memberikan definisi mengenai penilaian ahli, menurut Hillary Astor dalam bukunya Dispute Resolution in Australia “penilaian ahli adalah suatu proses yanh menghasilkan suatu pendapat objektif, independen dan tidak memihak atas fakta-fakta atau isu-isu yang dipersengketakan oleh seorang ahli yang ditunjuk oleh para pihak yang bersengketa.”

Di dalam melakkukan proses ini dibutuhkan persetujuan dari para pihak untuk memberikan dan mempresentasikan fakta dan pendapat dari para pihak kepada ahli. Ahli tersebut kemudian akan melakukan penyelidikan dan pencarian fakta guna mendapatkan informasi lebih lanjut dari para pihak dan akan membuat keputusan sebagai ahli bukan arbiter.
Untuk Melengkapinya silahkan anda mendownload UU arbitrase berikut ini :
Newer Post Older Post Home

11 comments:

  1. analisis bagus... memang kurang referensi arbitrase di internet... makasih sudah berkunjung di blog sy...

    ReplyDelete
  2. PERMISI ...MAU NANYA!!!

    bagaimana jika terjadi perselisihan diantara pihak dalam perjanjian yang masuk dalam kategori perbuatan melawan hukum dan melibatkan pihak lain yang tidak sebagai pihak dalam perjanjian, apakah bisa di ajukan ke Pengadilan Negeri atau harus di BANI ???

    ReplyDelete
  3. @gesti : kalau yang ada dalam perjanjian dia melakukan perbuatan melawan hukum, itu sudah wanprestasi bos, tergantung perjanjian ente pidana apa perdata perbuatan melawan hukumnya. and klo mau di gugat juga udah bisa, klo mau secara kekeluargaan langsung ja ke bani, klo gak ya kepengadilan negri, tapi klo di perjanjian ente udah ada tulisan "jika terjadi perselisihan, maka akan diselesaikan secara kekeluargaan, ya udah to the point ke Bani itu mah"

    ReplyDelete
  4. Nice Post,,,nice info,,,terima kasih info nya,,,ijin baca-baca ya gan,,,,,sukses selalu nih buat blog nya

    ReplyDelete
  5. iyo mas bro... podo-podo... salam sukses juga..

    ReplyDelete
  6. minta sumber referensinya dunk.

    ReplyDelete
  7. Mas abdul Gofur.. Untuk referensi lebih tepat silahkan merujuk pada undang-undang yang mengatur, dan penjelasn tentang unudang-undang tersebut..

    ReplyDelete
  8. Apa hubungan PSA dengan pengadilan? Thx

    ReplyDelete
  9. Maaf bng saya mau nanya..

    Landasan filosofis yg berdasarkan aspek antologis dari Alternatif penyelesaian sangketa itu apa Bg..?
    Makasih

    ReplyDelete
  10. Maaf bng saya mau nanya..

    Landasan filosofis yg berdasarkan aspek antologis dari Alternatif penyelesaian sangketa itu apa Bg..?
    Makasih

    ReplyDelete