Biografi Singkat Mbah Surip

By | 03:20 2 comments

Nama Lengkap : Urip Ariyanto
Nama Beken : Mbah Surip
Tempat Lahir : Mojokerto, Jawa Timur
Tanggal Lahir : 5 Mei 1949
Gelar Pendidikan: STM Brawijaya Mojokerto, Drs, Chemical Engineer from Universitas Sunan Giri, Surabaya east java, and MBA
Resep sehat : Jangan makan yang nggak kamu sukai dan bergaulah dengan orang yang kamu sukai.
Pekerjaan lama : Engineer di bidang pengeboran minyak, tambang berlian, emas, dan lain2
Makanan Favorit : Perkedel kentang
Minuman Favorit : Kopi hitam
Aliran Musik : Reggae
Album : Ijo Royo-royo (1997), Reformasi (1998), Tak Gendong (2003), dan barang Baru (2004).
Art Community : Teguh Karya, Aquila, Bulungan, dan Taman Ismail Marzuki
Jargon : I Love You Full

Awal Kehidupan Mbah Surip

Mbah Surip dilahirkan pada tanggal 5 Mei 1949 di Mojokerto Jawa Timur. Dilahirkan dengan nama Urip Ariyanto. Saat meninggal Mbah Surip berstatus duda dengan empat anak dan sekaligus juga sebagai kakek dengan empat cucu. Menurut pengakuannya Mbah Surip termasuk orang yang senang sekolah, Mbah Surip memiliki ijazah SMP, ST, SMEA, STM, Drs. sama insinyur dan MBA.

Selain sebagai penyanyi, Mbah SUrip pernah merasakan pengalaman bekerja di bidang pengeboran minyak, tambang berlian, emas, dan lain-lain bahkan pernah bekerja di luar negeri seperti Kanada, Texas, Yordania dan California.

Namun Merasa nasibnya kurang baik, Mbah Surip mencoba peruntungan dengan pergi ke Jakarta. Di Ibukota Jakarta, ia bergabung dengan beberapa komunitas seni seperti Teguh Karya, Aquila, Bulungan, dan Taman Ismail Marzuki.

Pada suatu waktu, nasib menentukan lain. Mbah Surip mendapat kesempatan untuk rekaman dan akhirnya meraih kesuksesan seperti sekarang.

Dalam perjalanan musiknya Mbah Surip telah mengeluarkan beberapa album musik. Album rekamannya dimulai dari tahun 1997 diantaranya :

Ijo Royo-royo (1997),
Indonesia I (1998),
Reformasi (1998),
Tak Gendong (2003),
Barang Baru (2004).

Namun ternyata lagu Tak Gendong diciptakan pada tahun 1983 saat Mbah Surip masihbekerja di Amerika Serikat. Menurutnya Filosofi dari lagu ini yaitu Belajar salah itu, yang digendong ya siapa saja, entah baik, galak, nakal, atau jahat. Seperti bus, nggak peduli penumpangnya, entah itu copet, gelandangan, pekerja, ya siapa saja. Sebab, menggendong itu belajar salah.

Mbah Surip adalah penyanyi yang pernah menjadi fenomena dunia musik Indonesia beberapa tahun silam. Penampilannya yang nyentrik dan bersahaja serta lagunya yang ‘nyeleneh’ dan mudah dinikmati membuatnya jadi idola banyak orang. Mbah Surip meninggal tak laam setelah namanya bersinar, pada tanggal 4 agustus 2009.

Mbah Surip dilahirkan dengan nama Urip Achmad Riyanto, 62 tahun silam di Mojokerto, Jawa Timur. Ia adalah anak keempat dari tujuh bersaudara dari pasangan almarhum Sukotjo dan almarhum Rasminah. Sejak kecil, Mbah Surip sudah harus membantu perekonomian keluarganya yang terbilang kurang. Ia pernah berjualan es lilin dan kacang goreng. Kedua orangtua Mbah Surip menyambung hidup dengan berjualan kikil.

Meskipun demikian, Mbah Surip berhasil melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang kuliah. Ia adalah lulusan SDN Karang Tengah II pada 1970, lalu lulus dari Sekolah Teknik (ST) Pasna Wiyata 1974 dan lulus STM Brawijaya 1977. Ia juga sempat mengenyam kuliah di Teknik Mesin Universitas Sunan Giri Cabang Mojokerto pada tahun 1979, meskipun tidak sampai lulus.

Setelah lulus kuliah, Mbah Surip lalu menikah dengan Minuk Sulistyowati dan dikaruniai empat orang anak. Meski sudah memiliki anak empat, saat itu Mbah Surip masih belum memiliki pekerjaan tetap. Untuk mencari nafkah, Mbah Surip bekerja sebagai penyobek karcis di Bioskop Indra di daerah Alun-alun Kota Mojokerto, kini bioskop tersebut sudah tutup.

Pada awal tahun 80 an, Mbah Surip memutuskan untuk mengadu nasib ke Jakarta, meninggalkan istri dan keempat anaknya. Uniknya, ia merantau dengan mengendarai sepeda. Di Jakarta, ia bergabung dengan beberapa komunitas seni seperti Teguh Karya, Aquila, Bulungan, dan Taman Ismail Marzuki. Setelah lama malang melintang menjadi musisi jalanan, Mbah Surip akhirnya berkesempatan mencicipi dapur rekaman pada tahun 1997 silam. Album pertamanya bertajuk ‘Ijo Royo-Royo’.

Meskipun album tersebut kurang mendapat tanggapan dari masyarakat, Mbah Surip tidak ambil pusing, ia terus saja bernyanyi, dimana saja, kapan saja, dengan ikhlas menerima nasibnya sebagai musisi jalanan dengan penghasilan yang tentu tak seberapa.

Akhirnya pribadi Mbah Surip menarik perhatian sebuah label, yang merilis single Tak Gendong serta mempromosikannya lewat video klip. Lagu tersebut meledak, dan nama Mbah Surip menjadi dikenal di seantero Indonesia.

Setelah belasan tahun berjuang dalam dunia seni, akhirnya di tahun 2009 ini, Mbah Surip memetik hasil di dunia entertaintement Indonesia. Melalui NSP “Tak Gendong” saja, Mbah Surip mengantongi setidaknya Rp 4.6 miliar. Namun, sayang popularitas yang lagi melejit baru dirasakan diusia senjanya. Tentu saja, ia sedang menerima banjir tawaran atau order.

Sejak bulan Mei 2009, hari-hari Mbah Surip beredar dari panggung pertunjukan sampai televisi. Misalnya, pada satu jadwalnya pada hari Sabtu 11 Mei, pagi hari Mbah Surip mengisi acara di stasiun ANTV dan siang hari terbang ke Bali untuk show di sebuah kafe. Hari Minggu 12 Juli, ia menyanyi di panggung Depsos di Monas, Jakarta, lalu siang ke Kebun Buah Mekar Sari, dan malamnya kembali mengisi acara.

Mbah Surip tampil juga lewat video klip “Witing Trisno” karangan Tony Q Rastafara di MTV. Ciri khas dari setiap aksinya di panggung musik yaitu selalu ditemani “Gitar Kopong” nya, menyanyi dengan sangat relax dan nyanyi “ngalor-ngidul” dengan gaya-nya yang khas, kocak, gila, dan bebas ekspresi.

Karakter inilah yang membuat Emha Ainun Najib atau Cak Nun sering menggambarkan sosok Mbah Surip adalah gambaran “Manusia Indonesia Sejati” yang tidak pernah merasa susah, tidak pernah gelisah, tidak pernah sedih dan selalu tertawa, meskipun seringkali di ledek orang Mbah Surip tetap saja tertawa tidak pernah dendam, atau membalas ledekan tersebut. Bahkan terkadang Mbah Surip bingung untuk pulang karena kehabisan ongkos. Hasilnya Mbah Surip mengejawantahkan kesusahannya dalam sebuah lagu “minta ongkos pulang”. Dalam lagu tersebut Mbah Surip bercerita tentang pacarnya, meskipun kita ragu kalau Mbah Surip pernah berpacaran.

Meskipun popularitasnya dan rezeki melambung, namun hal itu tak lantas membuatnya lupa daratan. Hingga ajal menjemput, mbah Surip masih mengontrak sebuah rumah sederhana di Kampung Artis, Cipinang, Jakarta Timur. Diakui rekan-rekannya seniman jalanan bahwa mbah Surip berbagi-bagi rezeki yang ia terima kepada mereka. Dari Rp 50.000 hingga Rp 200.000. Ia tetaplah seorang Mbah Surip yang dulu, yang tidak silau dengan semua harta dan kemewahan, yang selalu berkelakar dan menghibur mereka yang tengah dilanda kesedihan.

Bagaimanapun banyak orang menganggapnya, Beliau merupakan salah seorang seniman yang menginspirasi saya. Secara tidak langsung walaupun beliau seorang seniman. Namun, dalam beberapa lagunya beliau juga mengkritisi para seniman sendiri.

Dari pandangan saya atas dunia musik Indonesia yang kehilangan lagu khusus anak-anak. Beliau sang Om Pangke, benar-benar membuka mata saya, bahwa Indonesia kehilangan sebuah hiburan yang cocok dan pas untuk dinikmati oleh semua umur, dari mulai anak-anak sampai kakek nenek sekalipun,.


mbah suri dan cewek seksi
Newer Post Older Post Home

2 comments: