Harley Davidson-pun Pernah Nyungseb

By | 00:58 Leave a Comment

Bila menyebut moge (motor gede), di benak Anda pasti terlintas merk Harley Davidson. Harley menjadi merek melegenda di kalangan pengendara motor selama bertahun-tahun. Namun tahukah Anda Harley pernah mengalami krisis dalam menghadapi serbuan motor Jepang pada beberapa decade yang lalu?

Harley Davidson didirikan tahun 1903, dan menjadi produsen motor yang berhasil bertahan setelah 140 perusahaan lainnya memberhentikan produksinya.  Antara tahun 1950 an dan 1960 an, Harley Davidson menguasai pasar motor besar dan bahkan bisa dibilang sebagai pemain tunggal pasar tersebut. Namu pada sekitar tahun 1960, Jepang masuk ke dalam pasar dengan motor ringan dan didukung dengan program pemasaran besar-besaran. Hal ini menyebabkan meningkatnya permintaan akan sepeda motor. Tak lama kemudian beberapa pemain seperti Honda, Kawasaki, Suzuki, dan Yamaha mulai membuat produk motor besar yang berhadapan langsung dengan Harley Davidson.

Sadar akan potensi pasar yang besar, American Machine and Foundry memutuskan untuk membeli Harley pada tahun 1969. Untuk meraup permintaan pasar yang meningkat, AMF meningkatkan kapasitas produksi menjadi 75.000 per tahun. Namun sayangnya perusahaan hanya mengejar kuantitas dan mengabaikan kualitas. Hanya sedikit budget perusahaan yang dialkokasikan untuk pengembangan. Hal ini menyebabkan Harley mengalami kesulitan menghadapi persaingan dengan motor Jepang. Hal ini membuat geram para pengendara Harley, mereka sangat ingin memperbaiki kualitas Harley.

Pada tahun 1975, AMF menugaskan Vaughn Beals untuk memperbaiki kualitas motor dan mengadakan program inspeksi untuk menghilangkan masalah produksi. Namun perbaikan ini membutuhkan proses dan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk meningkatkan kualitas dan peforma untuk bersaing dengan motor Jepang. Agar dapat melakukan perbaikan dengan maksimal, Wakil Presiden perusahaan Willam G Davidson yang juga biasa dipanggil “Willie G” dan cucu pendiri Harley sering bergaul dengan para pengendara Harley. Mereka pun mengubah penampilan mereka dengan menumbuhkan jenggot, jaket kulit dan celana jins agar dapat diterima komunitas dengan baik.

Melalui interaksi ini, Willie G menyadari bahwa konsumen Harley benar-benar mengetahui apa yang mereka inginkan pda motor mereka mulai dari peralatan, aksesoris sampai detail terkecil. Willie pun sadar bahwa berbisnis Harley sebetulnya agak menyerupai dengan berbisnis fashion dimana perusahaan perlu memikirkan selera konsumen saat itu dan bagaimana produk dirancang untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka.

Pada tahun 1980 an, perushaan ditinggalkan AMF . Perusahaan mulai menghadapi kesulitan dalam masalah finansial. Meskipun mulai mendulang sedikit laba, kreditur perusahaan mulai mendesak untuk meminta pembayaran utang. Harley pun hampir mengajukan kebangkrutan pada akhir 1985. Namun pihak manajemen berhasil bernegosiasi sehingga perusahaan dapat tetap hidup dan akhirnya memperoleh keuntungan yang besar.

Hasil nya pada tahun 1990, Harley berhasil menguasai 62 pangsa pasar motor besar, meningkat dari pangsa pasar sebesar 23 persen dalam tempo tujuh tahun. Harley juga dikenal sebagai produsen motor berkualitas tinggi. Meskipun mesinnya tidak secepat motor Jepang, Harley memiliki basis pengguna yang sangat loyal. Lebih dari 94 persen pengguna menyatakan bahwa mereka bersedia membeli produk Harley lainnya. Saat perusahaan mensponsori lebih dari 650 chapters dan 134.000. Pihak manajemen puncak perusahaan juga sering mengadakan pertemua dengan perusahaan untuk membicarakan usulan perbaikan produk. Harley juga berhasil mengembangkan lini produk seperti pakaian, aksesoris, dan pernak-pernik yang berkaitan dengan Harley.

Saat ini Harley tetap memiliki basis besar pengendara setia Harley. Komunitas dari berbagai negara juga sering mengadakan acara bersama. Tingkat loyalitas pengendaranya juga tetap terjaga dan bahkan sangat setia pada Harley Davidson. Mengendarai Harley sangat berbeda dengan mengendarai motor lain. Harley bukan sekedar motor, Harley menawarkan berbagai pengalaman dan petualangan kepada penggunanya.

Artikel ini diadaptasi dari buku Consumer Behavior and Marketing Strategy 4th edition karangan J. Paul Peter dan Jerry C. Olson
Newer Post Older Post Home

0 comments: