Pengertian AKAD DAN JUAL BELI

By | 05:34 Leave a Comment
Makalah ini berisikan tentang Pengertian akad dan Jual beli dalam perspektif Fiqih Muamalah. Artikel hanya sebagian yang diposting disini, silahkan mendownload untuk membaca full artikel.

A. Pengertian Akad

Secara literal, akad berasal dari bahasa arab yaitu ‘aqdi yang berarti perjanjian atau persetujuan. Kata ini juga bisa diartikan tali yang mengikat karena akan adanya ikatan antara orang yang berakad. Dalam kitab fiqih sunnah, kata akad diartikan dengan hubungan ( ar rabtu) dan kesepakatan ( al intifaq ).

Secara terminologi ulama fiqih, akad dapat ditinjau dari segi umum dan segi khusus. Dari segi umum, pengertian akad sama dengan pengertian akad dari segi bahasa menurut ulama Syafi'iyah, Hanafiyah, dan Hanabilah yaitu segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasakan keinginananya sendiri seperti waqaf, talak, pembebasan, dan segala sesuatu yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang seperti jual beli, perwakilan, dan gadai. Sedangkan dari segi khusus yang dikemukakan oleh ulama fiqih antara lain:

a. Perikatan yang ditetapkan dengan ijab-qabul berdasarkan ketentuan syara' yang berdampak pada objeknya.

b. Keterkaitan ucapan antara orang yang berakad secara syara' pada segi yang tampak dan berdampak pada objeknya.

c. Terkumpulnya adanya serah terima atau sesuatu yang menunjukan adanya serah terima yang disertai dengan kekuatan hukum.

d. Perikatan ijab qabul yang dibenarkan syara' yang menetapkan keridhaan kedua belah pihak.

e. Berkumpulnya serah terima diantara kedua belah pihak atau perkataan seseorang yang berpengaruh pada kedua belah pihak.

Menurut istilah fuqaha, akad dapat diartikan:

“Perikatan ijab dan qabul secara yang disyariatkan agama nampak bekasannya pada yang diakadkan itu”

Para pakar hukum membedakan antara akad dan kesepakatan atas dasar bahwa kesepakatan (perikatan) lebih umum dalam pemakaiannya dibandingkan akad. Dengan demikian, pemakaian istilah akad lebih terperinci kepada hal yang lebih penting dan khusus kepada apa yang telah diatur dan memiliki ketentuan. Sedangkan istilah kesepakatan tidak harus demikian, akan tetapi dapat dipakai dalam hal apa saja yang serupa, misalanya untuk melengkapi kegiatan manusia untuk semacam janji yang tidak memiliki nama khusus atau aturan tertentu.

Kesepakatan antara dua keinginan dalam mencapai komitmen yang diinginkan pada waktu yang akan datang dan telah diketahui secara mutlak seperti jual beli atau pemindahan hutang piutang. Sedangkan akad dapat dipahami sebagai sebatas kesepakatan dalam mencapai suatu. Adapun yang membedakan antara keduanya adalah kecakapan pelaku.

Kecakapan pelaku akad berbeda dengan kecakapan dalam pelaku perikatan, karena keduanya memiliki nilai hasil masing-masing. Dan pelaku akad tidak dibebani tanggung jawab dan syarat sebanyak pelaku perikatan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kesepakatan atau perikatan memiliki arti lebih luas dibandingkan akad.

Dalam pelaksanaan akad, keinginan peribadi (individu) merupakan kekuatan yang paling besar dan mendasar dalam pembentukan akad dan juga berfungsi membatasi nilai-nilai yang dihasilkan. Kekuasaan (kekuatan) peribadi disandarkan untuk melindungi hak dan kebebasan individu. Dalam pelaksanaan akad pemberian (donasi), berbeda dengan pelaksaan akad peminjaman yang merupakan aktifitas serupa bila dikategorikan serupa dalam pelaksanaan akad, tapi yang membedakannya adalah dari segi kecakapan di pelaku. Yang perlu diperhatikan adalah kesepakatan yang dimasukkan dalam pembahasan akad, yang dalam pemahaman ini, akad harus mengikuti pembahasan dalam hukum privat dari satu segi dan di sisi lain akad yang masuk dalam kategori aktifitas pengelolaan keuangan (mu'amalah al-maliyah).

Akan tetapi dalam hukum Romawi, kesepakatan untuk melaksanakan akad tidak bisa diterima apabila hanya berlandaskan keinginan peribadi semata tanpa memiliki kekuatan hukum, akan tetapi harus mengikuti bentuk administrasi tertentu (khusus). Sedangkan defenisi akad menurut ulama syari'ah adalah ikatan antara ‘ijab' dan ‘qabul' yang diselenggarakan menurut ketentuan syari'ah di mana terjadi konsekuensi hukum atas sesuatu yang karenanya akad tersebut diselenggarakan.

Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa Kedudukan dan fungsi akad adalah sebagai alat paling utama dalam sah atau tidaknya muamalah dan menjadi tujuan akhir dari muamalah.
Akad yang menyalahi syariat seperti agar kafir atau akan berzina, tidak harus ditepati. Akad-akad yang dipengaruhi aib adalah akad-akad pertukaran seperti jual beli dan akad sewa.

Dalam pelaksanaan akad atau pembentukannya, baru dapat dikatakan benar, sah atau diakui keberadaannya oleh hukum apabila semua unsur pembentuknya terpenuhi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Di antaranya adalah adanya unsur unsur‘ridla', unsur objek akad (‘mahal') dan unsur sebab akibat (‘sabab') serta ‘ganjaran' apabila asas (rukun)-nya tidak dipenuhi (konsekuensi). Sebelum melakukan akad (perikatan) pelaku akad harus menentukan jenis, hakikat tujuan, bentuk dan nama yang sudah umum. Sehingga pihak hakim bisa mengambil kesimpulan dari bentuk pelaksanaan akad itu. Dan apabila didapati kesamaran (keraguan) dalam bentuk, jenis, nama dan sebagainya, yang dengan kesamaran tersebut, hakim tidak bisa menyimpulkan bentuk akadnya, maka pihak hakim berhak mengambil kesimpulan dengan lebih memprioritaskan pihak yang berhutang.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.............................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN

1. AKAD................................................................................................................. 2

A. Pengertian Akad........................................................................................... 2

B. Azas Akad..................................................................................................... 4

C. Rukun Akad................................................................................................. 6

D. Syarat Akad.................................................................................................. 7

E. Pembagian akad........................................................................................... 8

F. Hal Yang Merusak Akad........................................................................... 12

G. Khiyar dan Berakhirnya Akad................................................................. 15

2. JUAL BELI...................................................................................................... 18

A. Pengertian Jual Beli .................................................................................. 18

B. Dasar Hukum Jual Beli.............................................................................. 19

C. Syarat Dan Rukun Jual Beli..................................................................... 20

D. Jual Beli Yang Dilarang............................................................................. 28

E. Hal Yang Merusak Jual Beli..................................................................... 29

BAB III PENUTUP

A. Simpulan........................................................................................................... 30

B. Saran................................................................................................................. 30


DOWNLOAD FULL ARTIKEL


Untuk mendownload klik download full artikel, lalu pada pojok kanan halaman klik skip ads/lewati iklan, setelah itu akan otomatis mendownload


Newer Post Older Post Home

0 comments: