Biografi Singkat Heri Dono

By | 04:51 1 comment

Nama : Heri Wardono

Lahir : Jakarta, 12 Juni 1960

Pendidikan : Institut Seni Indonesia, Yogyakata (1980-1987), (tidak selesai)

Karir : Mengadakan pameran lukisan dan patung serta seni instalasi dan sound art di dalam dan luar negeri

Penghargaan :
- Penghargaan Seni Lukis Terbaik dari Institut Seni Indonesia, Yogyakarta (1981/1985) - Seniman Muda Indonesian Artists dari L’Alliance Francaise dan ITB (1989) - I Gusti Nyoman Lempad Prize dari Sanggar Dewata Indonesia, Yogyakarta (1992) - Prince Clause Award (1998) - Unesco Prize for the International Art Biennale, Shanghai, Cina (2000)

Keluarga :
Ayah : Sahirman Ibu : Suwar

HERI Dono menyebut dirinya sebagai seniman borongan: melukis, membuat patung, membuat wayang, dan seni instalasi. Kalau sedang jenuh melukis, pengagum pelukis Affandi dan Sujarna Kerton ini menginstalasi; kalau jenuh dengan seni instalasi, ia menulis konsep pertunjukan seni rupa. Dengan nada bercanda, ia mengategorikan aliran karyanya sebagai “aliran sesat seni rupa”.

Apa pun, Heri Dono adalah perupa Indonesia yang cukup menonjol saat ini. Jebolan Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, itu kerap mengadakan pameran di dalam dan luar negeri, baik pameran bersama maupun tunggal. Negara-negara yang pernah menjadi ajang pameran karya-karyanya antara lain Singapura, Australia, Inggris, Kanada, dan Jepang. Heri berniat memamerkan Daruma, karya berupa patung dari kertas, di markas PBB di New York, Amerika serikat.

Anak kelima dari tujuh bersaudara ini melewatkan masa kanak-kanaknya di Jakarta. Ia bukan dari keluarga seniman. “Saya menjadi seniman lebih banyak terbentuk oleh lingkungan,” kata Heri. Ketika berumur tujuh tahun, ia sering melihat acara pelajaran menggambar TV yang diasuh oleh pelukis Tino Sidin (almarhum). Ia pun kerap diajak ayahnya, yang bekerja pada mantan Presiden Sukarno, ke Istana Bogor dan di sana ia bisa melihat-lihat beberapa patung dan lukisan sejumlah pelukis terkenal.

Senang menggambar sejak duduk di sekolah dasar, papar Heri, “Saya memang sejak kecil ingin menjadi seniman dan ikut kegiatan menggambar.” Tapi herannya, untuk pelajaran menggambar, dari SD sampai SMA, rapor Heri selalu merah. Karena, ia tak pernah menggambar sesuai dengan perintah gurunya.

Orangtuanya sempat mengkhawatirkan masa depan si anak yang sejak SD sampai SMA berambut gondrong itu. Apalagi kuliahnya di Institut Seni Indonesia tidak selesai. Ketika ia drop out, orang tuanya sempat mengkhawatirkan. Tapi justru kemudian, papar Heri, “Saya membuktikan pada orangtua bahwa saya bisa berpameran dan mendapatkan uang dari hasilnya.” Sebagian uangnya ia simpan, sebagian lagi diberikan pada ayahbundanya. Dari pemberian itu, katanya, mereka tahu bahwa ia bisa survive.”

Sejak SMA ia sudah berpameran di tempat-tempat kecil, sekitar 1987-an. Ia juga membuat patung. Ketika masih kuliah, Heri sudah ikut pameran, antara lain di Monumen Pers Solo dan di Parangtritis, Yogyakarta. “Kemudian saya membuat karya-karya eksperimental, walaupun tidak diakui sebagai seni,” kisah Heri. Antara lain, ia membuat Aquarium Art, Mubeng Art yang mengkritik birokrasi yang muter-muter. Karyanya berjudul The Drunken Master of Semar—sebuah cerita wayang tentang raja yang ingin bijaksana tapi malah jadi jahat—ketika dipamerkan di Eropa, disuruh ditarik kembali oleh penguasa Orde Baru. “Saya diancam tidak bisa pulang ke Indonesia,” ujarnya. Dengan berat hati, akhirnya katalog pemeran tersebut ditarik kembali.

Di rumahnya yang seram di Yogyakarta—yang banyak sarang laba-laba dan boneka seram, serta rumput dibiarkan tumbuh liar di halaman—seniman lajang berkacamata dan berambut panjang ini membuat eksperimen dengan bunyi-bunyian. Sekitar rumahnya diisi dengan bel agar ia bisa mendengarkan kualitas suara. Berkat bunyi-bunyian itu, di beberapa negara ia dapat julukan sound artist. Ia menjadi peserta pada Sound Art Festival di New Zealand.

Heri berkeinginan menginternasionalkan seni rupa Indonesia secara lebih intensif. Menurut pengamatannya, sudah banyak seniman Indonesia berpameran ke luar negeri, tapi masih secara sendiri-sendiri.

Newer Post Older Post Home

1 comment: