Jakarta Ibu Kota ASEAN #8

By | 00:14 Leave a Comment
Ketika Air Asia tidak jadi dikawinkan dengan Malaysia airlines Tony Fernandez langsung memilih untuk kabur ke Jakarta, daripada nantinya dipaksa oleh peeusahaan maskapai milik pemerintah Malaysia tersebut.

Berkat MbelGedes (Tony Fernandez) ini, Sekarang semua orang bisa terbang. Karena terbang tidak mahal lagi. Dia lantas memperkenalkan sistem pemesanan tiket lewat komputer.Langsung dan harganya berubah-ubah terus menurut tingkat ‘loading’ suatu penerbangan. Kalau mau terbang sangat murah, ya harus jauh-jauh hari pesannya. Hangus ketika gak jadi terbang. Harus bayar Cash lewat pembayaran on-line dan harus tambah bayar kalau mau mengubah jadwal.

Waktu itu, kelihatan aneh dan tidak masuk akal. Karena berbeda dengan kebiasaan yang ada. Orang biasanya beli tiket pesawat lewat travel-agent dan bisa fleksibel dalam jadwal asal tempat masih ada. Harga selalu tetap tapi gak bisa murah. Sekarang, orang melihat justru cara itu jadi ‘mahal’ dan cara-cara seperti yang diperkenalkan Tony dulu jadi biasa dan ‘fair’.

Lantas? Banyak orang ikut latah bikin Penerbangan Harga Murah,karena sekedar mau ikut ambil pasar ‘bawah’. Dan ketika sudah kadung masuk ke situ, jadi bangkrut. Kenapa? Ya karena mereka tidak tau bagaimana caranya mengendalikan cost. Low Price must have Low Cost! Jangan main harga kalau Anda tidak bisa mengendalikan Cost.

Anda mesti menjamin bahwa Anda adalah ‘the lowest cost in the Industry’ supaya siap menghadapi ‘banting harga’ dari pemain lama maupun baru. Karena itu haru selalu ada inovasi untuk menurunkan Cost dengan tanpa mengurangi Quality yang dijanjikan secara ‘fair’.

Makanya Air Asia tidak pernah janji macam-macam, termasuk ‘on time guarantee’, walaupun hal itu selalu diusahakan. Makanan bahkan koran pun dijual karena ‘fair’ bagi customer dan ‘additional income’ bagi perusahaan. Pilot diber incentive kalau bisa mendaratkan pesawat dengan mulus. Penumpang senang, perusahaan pun ngirit karena ban pesawat akan bisa lebih tahan lama.

Air-crew membantu membersihkan pesawat ketika mendarat,dengan demikian ada penghematan beaya. Turn-around pesawat pun diusahakan jadi paling lama tiga puluh menit,supaya pesawat yang sama bisa ‘cari duit’ lebih banyak karena bisa take-off/landing lebih banyak dalam dua pulih empat jam.

Untuk itu, semua Tony adalah seorang leader yang bisa menciptakan ‘low-cost culture’ diperusahaannya. Semua orang jadi ikut bangga,ketika ikut berpartisipasi untuk berhemat.

Rahasianya? Tony Fernandez adalah seorang ‘chartered accountant’ sebelum jadi Marketer! Dia mengkombinasikan dua konsep manajemen yang berseberangan itu. Saya juga selalu mengatakan bahwa kelemahan seorang Marketer adalah hanya ingin gagah-gagah-an mencapai market-share tanpa berpikir bottom-line.

Padahal, business is creating value via profit. Tanpa profit ya pasti mati. Karena itu, the best Marketer adalah otak kanannya Marketing tapi otak kirinya Accounting. Dengan demikian setiap keputusan yang diambil sudah mempertimbangkan aspek keuangan.

Perbedaan kultur dengan Malaysian Airlines itulah yang membuat ‘kegagalan’ kerjasama, walaupun diimbau oleh pejabat pemerintah Malaysia. Orang Malaysia sendiri, secara umum ‘lebih cinta’ pada Air Asia dengan segala macam ketidaksempurnaannya.

Dan faktor lain yang membuat Tony pindah ke Jakarta adalah ingin ‘lebih dekat’ dengan ‘the biggest ASEAN Aviation market’. Yaitu 240 juta orang Indonesia yang tinggal di 17.000 pulau dengan infrastruktur yang kurang bagus. Inilah kejelian seorang entrepreneur ketika melihat ada peluang besar untuk ‘everyone can fly’ nya.
Newer Post Older Post Home

0 comments: