Kapan Saja Di mana Saja alias Always #21

By | 03:18 Leave a Comment

Pasti Anda sudah bisa menebak brand apa yang selalu mengatakan begitu. Ya, itulah Coca-Cola!
Ketika saya berkunjung ke Atlanta, saya sempat mampir ke World of Coca-Cola. Itulah Museum Coca-Cola. Di situ, diceritakan bagaimana Dr.  Pemberton memulai resep Coca-Cola itu pada tahun 1886.

Dulunya hanya obat.  Sekarang, malah jadi softdrink yang merupakan American pop culture di seluruh dunia. Bersamaan dengan naiknya gelombang musik-musik Amerika dan film Hollywood, Coca Cola pun ikut mendunia. Bahkan, ketika Amerika getol meluncurkan roket keluar angkasa, Coca-Cola tidak mau ketinggalan.

Ada Soda-Fountain yang ikut di space shuttle pada tahun 1996. Hanya untuk membuktikan bahwa citarasa Coca-Cola tidak terpengaruh dengan mikrogravitasi.  Selain itu, juga untuk tes apakah minuman berkarbonasi dapat dihasilkan  secara terpisah dari karbondioksida, air, dan cairan sirup rasa dan untuk menentukan apakah cairan bisa dibikin untuk konsumsi tanpa gelembung dan busa.

Coca-Cola juga rajin bekerja sama dengan McD yang ketika itu namanya Mac Donald untuk menyebar produknya ke mana-mana. Mendidik orang di seluruh dunia bahwa inilah minuman yang membawa semangat.

Coca-Cola juga berusaha ada di mana pun ada aktivitas, termasuk di lapangan-lapangan olah raga. Orang pun diajarin cara minumnya harus dingin. Ketika orang mulai khawatir akan kalori tinggi, Coca-Cola pun melakukan pengembangan banyak produk baru. Diet Coke dan Coca Cola Zero adalah dua contohnya yang menonjol.

Nama Coke sendiri diberikan oleh para customer-nya. Pertanda begitu cintanya mereka pada Coca-Cola sehingga memberikan nick name yang akhirnya dipakai oleh Coca-Cola. Coca-Cola juga sangat mendengar customer-nya, ketika menarik kembali produk New Coke yang dianggap rasanya mendekati Pepsi—lawan  bebuyutannya.

Ketika itu, Coca-Cola melakukan blunder besar dengan meluncurkan New Coke sebagai pengganti Coca-Cola yang asli. Tapi, ketika customer-nya marah, dalam waktu kurang dari tiga bulan, produk lama dikeluarkan lagi dengan nama Classic Coke. Jadi, Coca-Cola memang brand besar yang seperti manusia biasa saja. Bisa salah juga, tapi cepat bereaksi ketika diprotes orang.

Ketika gelombang anti-Amerika mulai menghebat, Coca-Cola sudah kadung ada di mana-mana serta mengubah diri jadi manusia yang universal. Bukan representasi Amerika lagi. Di Timur Tengah, Pepsi memanfaatkan peluang tersebut dan menjadi kuat di sana. Di samping itu, ada juga brand lokal, yaitu Mecca Cola.  Tapi, tetap saja Coca-Cola dianggap sebagai the real Cola.

Padahal tidak semua brand original visa bertahan. Apalagi kalau dianggap sebagai ‘generic brand’. Seperti Sanyo adalah pompa air dan Kodak adalah kamera! Rugikan?

Tapi, Coca-Cola sangat cerdik dalam mereposisi dirinya terus menerus untuk jadi tiga hal. Pertama, the real cola untuk yang tetap pengen minum kategori ‘cola’. Kedua, the ‘real global brand’ bukan hanya American brand. Ketiga, positive difference. Coca-Cola mengajak orang untuk mempunyai ide-ide positif  to make differences untuk masyarakat sekitarnya. Coca-Cola juga dikenal sebagai merek yang suka “menjual kebahagiaan.” Sebab itu, Coca-Cola selalu tampil—dalam iklan dan aktivitas pemasarannya—dengan mengusung keceriaan, sportivitas, optimisme, kebersamaan, dan sebagainya.

Untuk mewujudkan hal itu, ada dua hal yang harus dilakukan. Pertama, Coca-Cola melakukan distribusi yang luas sehingga mudah didapat di mana-mana. Kedua, Coca-Cola melakukan komunikasi interaktif untuk mengajak semua orang berpikir positif.

Untuk yang pertama, model franchise yang dijalankan Coca-Cola sangat praktis. Coca-Cola hanya jual konsentrat pada para franchisee seluruh dunia. Para franchisee lokal dianggap lebih mengerti tentang situasi logistik lokal.

Di Maldives, saya bahkan pernah menjumpai sebuah pabrik Coca-Cola yang membuat produknya dari air laut. Maklumlah, wilayah Maldives terdiri dari 1.200 pulau kecil-kecil dan dikepung oleh samudera Hindia.

Rasa di-mana-mana boleh beda sedikit tapi dasarnya sama. Model distribusinya juga sangat merata. Bukan hanya lewat jalur konvensional. Tapi juga ada pelayanan khusus pada event yang diselenggarakan.

Sedang untuk komunikasinya, tentu saja bukan hanya di media konvensional dengan tema iklan yang berganti-ganti. Masih ingat “I like to teach the world to sing,” kan? Lewat bahasa lagu Coca-Cola ingin menjadi manusia global yang positif. Sekarang, Coca-Cola sudah menggunakan semua media berbasis Internet.

Itu dilakukan karena Coca-Cola ingin jadi manusia biasa yang mengajak orang di seluruh dunia untuk selalu berpikir, bersikap, dan bertindak positif.

Inilah contohnya dari brand yang sudah berusia lebih dari seratus tahun, tapi bisa melakukan evolusi secara kontinu sehingga tetap kuat.(Sumber)
Newer Post Older Post Home

0 comments: