Menemukan Strategi Antrian Yang Baik

By | 22:49 Leave a Comment

Dalam beberapa keseharian, terutama di Indonesia kita sering menemui antrian konsumen, Di bebeberapa industri seperti ritel dan perbankan, antrian menjadi hal yang sangat rutin terjadi. Antrian ini menjadi salah satu faktor penilaian pelayanan jasa perusahaan, antrian yang panjang setidaknya akan mempengaruhi penilaian pada kecepatan waktu respon (responsiveness). Namun seringkali antrian tidak dapat dihindari karena berbagai faktor seperti keterbatasan yang dimiliki perusahaan atau faktor eksternal seperti dari sisi konsumen.
McDonald’s pernah melakukan riset dan eksperimen berkaitan dengan model antrian ini pada tahun 1990. Penelitian ini dilakukan di 70 cabang McDonald’s di California yang bertujuan untuk membandingkan dua model antrian antara antrian satu baris (single waiting line) atau antrian beberapa baris paralel (multiple waiting lines).
Pada saat itu, pesaing McDonald’s seperti Wendy’s dan Burger King telah menggunakan sistem antrian satu baris begitu pula maskapai penerbangan, perbankan, hotel, dan pos Amerika. McDonald’s tidak yakin bahwa sistem antrian satu baris ini adalah cara terbaik untuk melayani konsumen. Untuk itu, McDonald’s mengadakan riset dengan tujuan memberikan pelayanan yang lebih baik dengan hasil konsumen yang lebih puas. Berikut ini disajikan pro kontra antara kedua model antrian tersebut:
Mengapa sistem antrian satu baris lebih baik?
Sistem yang lebih adil, kecepatan, minimnya tingkat stress, dan frustasi menjadi alasan utama mengapa banyak perusahaan dan periset perilaku konsumen lebih menyukai model antrian ini. Model antrian beberapa baris paralel membuat konsumen membandingkan barisnya dengan di sebelahnya. Hal ini dapat menyebabkan tingkat stres yang tinggi karena mereka akan terus membandingkan selama mengantri. Baru saja memasuki gerai, konsumen sudah dihadapkan untuk memutuskan barisan yang paling cepat menurut persepsinya. Belum lagi bila ternyata orang yang melayani barisan tersebut ternyata memiliki kinerja yang lambat dan mengakibatkan antrian tidak bergerak.
Mengapa sistem antrian paralel lebih baik?
Perusahaan-perusahaan yang memakai sistem antrian ini memiliki pandangan mengenai sistem antrian satu baris. Pertama, antrian satu baris dianggap seperti menyamakan manusia dengan ternak. Antrian satu baris yang mengular terkesan sangat membatasi keputusan konsumen untuk mendapatkan produk. Kedua, sistem antrian satu baris terkesan lebih panjang dan melelahkan bila dibandingkan bila antrian tersebut dipecah menjadi beberapa baris yang lebih pendek, Panjangnya barisan ini membuat konsumen membatalkan pembelian barang, dampaknya perusahaan kehilangan potensi penjualan hanya karena persepsi konsumen mengenai antrian. Alasan terakhir, sistem antrian satu baris akan menyulitkan konsumen yang memiliki keterbatasan seperti cacat fisik.
Banyak pakar yang mendalami hal ini menganggap bahwa banyak konsumen yang lebih memilih untuk mengantri dengan sistem satu baris. Namun seiring dengan pengembangan taktik dan inovasi perusahaan, beberapa perusahaan mengusahakan agar konsumen yang sedang mengantri memiliki tingkat stres dan kebosanan yang lebih rendah. Banyak perusahaan yang berusaha memberikan media untuk ditonton atau dibaca sebagai usaha mengalihkan perhatian konsumen. 
Seringkali perusahaan juga mempergunakan media-media ini sebagai sarana promosi perusahaan. Beberapa perusahaan bahkan menghilangkan antrian ini dan menggantikannya dengan nomor urut sehingga konsumen dapat meninggalkan antrian tersebut dan kembali lagi saat gilirannya. Beberapa bisnis seperti taman bermain Walt Disney menggunakan media penunjuk berapa lama waktu yang dibutuhkan konsumen untuk menikmati wahana tertentu.
Di Indonesia, kita seringkali tidak dapat menghindari atau menghilangkan antrian karena berbagai faktor. Namun dengan sedikit kreatifitas, kita dapat memanfaatkan antrian untuk meningkatkan tingkat interaksi dengan konsumen, seperti J.CO yang memperlihatkan proses pembuatan produk pada konsumen yang mengantri.
Artikel ini diadaptasi dari Services Marketing karangan Valarie A. Zeithaml dan Mary Jo Bitner
Newer Post Older Post Home

0 comments: