Kultur SDM Dalam Perusahaan Google #14

By | 05:04 Leave a Comment



Majalah Fortune menaruh Google sebagai The Best Company to Work For  padatahun 2012. Predikat ini berdasarkan surveinya yang melibatkan ratusan ribu karyawan di berbagai perusahaan. Melompat tiga tingkat dari ranking empat setahun sebelumnya.

Selain itu, Google juga menambah 30 persen pegawai baru. Sementara banyak perusahaan Amerika justru mengurangi orang.
Hebatnya di tahun 2012, semuanya naik di Google. Bukan hanya tingkat kepuasan karyawan, tapi juga revenue, profit, share price, paid search click,  dan tentu saja hiring.

Biasanya belum tentu begitu. Ketika perusahaan melakukan segalanya untuk pelanggan, tidak ada lagi uang tersisa untuk internal customer, yaitu karyawan. Tapi di Google, ketiga main stakeholders, yaitu Customer, Investor, dan Employee sama sama puas!

Ketika karyawan Google ditanya alasan mereka mengatakan puas, ternyata jawabannya bukan gaji!  Tapi, di situ, ada Bowling Alley, kitchen yang penuh dengan makanan kecil, tempat mainan, dan bahkan ada tempat merapikan alis dengan bayar murah tentunya.


Bukan itu saja, tapi di Google orang boleh berbeda pendapat yang akhirnya bisa mendapatkan yang terbaik. Tapi, itu semua yang kelihatan, kan? Kayaknya gampang meniru padahal bukan itu saja. Buat saya, Human Resource Department (HRD) juga harus memasarkan perusahaan secara baik dan benar. Karyawan sebagai internal customer harus dan bisa dikelola seperti external customer.

Ada “three plus one” yang harus dilakukan pada pelanggan,  yaitu get, keep, grow, plus win back. Get berhubungan dengan mencari pelanggan baru. Keep memelihara hubungan dengan customer. Sedang Grow adalah ketika kita mau meningkatkan relasi kita dengan customer. Sedang Win Back adalah berkaitan dengan bagaimana cara memenangkan kembali ex-customer.

Di Human Resources Management, yang setara adalah Recruitment, Career Path, Talent Management, dan Alumni Relations. Yang paling susah pasti Recruitment. Itu sama saja, kalau kita salah pilih non-target market sebagai Customer. Nantinya,  pengelolaannya akan susah.

Nah, di Google, wawancara untuk rekrutmen bisa sampai tujuh atau delapan tahap dengan kemungkinan besar “gugur” di salah satu saja. Pewawancara dilatih benar-benar untuk  mengajukan pertanyaan secara benar dan mendengarkan secara benar juga. Sebuah proses rekrutmen yang bagus haruslah ketat sehingga membuat orang bangga ketika diterima. Tapi, yang ‘gugur’ pun merasa proses itu cukup fair untuk dia.

Setelah itu, manajemen karir  memang harus jelas dengan reward yang memadai. Pay for performance adalah salah satu cara untuk menjaga fairness di  antara karyawan. Pelanggan di Commercial Market  juga begitu. Dari waktu ke waktu, mereka harus diakui loyalitasnya dengan memberikan reward supaya tidak hanya disamakan dengan pelanggan lain.

Loyalty Program adalah salah satu di antaranya. Yang ketiga adalah talent management karena tidak semua Human Resources adalah talent. Tapi , talent harus terus dibangun dan dikembangkan, bukan hanya dipromosikan.  Talent itu minta dikembangkan dirinya. Kalau tidak, dia akan “melarikan diri”  untuk cari alternatif lain.

Begitu juga pelanggan. Pelanggan khusus harus diajak kerjasama untuk melakukan co-creation. Mereka memang mau melakukan itu demi kemajuan bersama. Dengan demikian, mereka akan lebih loyal.

Dan yang tidak boeh dilupakan adalah alumni management. Perusahaan manapun termasuk Google tidak bisa mempunyai zero turn-over, persis seperti seperti kita tidak bisa menahan zero churn dari Customer.

Yang penting, siapa pun yang resign haruslah secara baik-baik dan diperlakukan secara manusiawi sesuai dengan hak-haknya.
Dan yang penting adalah mereka tetap admire eks perusahaannya. Hampir semua orang yang pernah kerja di Google merasa bangga karena pernah kerja di situ. Mereka bahkan seringkali jadi salesmen bagi Google .

Di commercial market, win back sering diartikan sebagai merekrut kembali eks customer untuk kembali jadi customer. Tapi, dari semuanya itu, yang menjadi dasar adalah culture dari perusahaan yang “memanusiakan manusia”. Karyawan ingin diperlakukan sebagai manusia bukan sebagai ‘nomer belaka.’ Manusia dengan human spiritnya.
Newer Post Older Post Home

0 comments: